Pada tulisan kali ini saya ingin membahas tentang model pembelajaran SCL (Student Center Learning). Mungkin kita sering mendengar dulu ada istilah CBSA (Cara Belajar Siswa Aktif) sebetulnya SCL hampir mirip seperti itu namun ada beberapa hal yang membedakan antara CBSA dan SCL. Untuk lebih jelasnya dapat dibaca artikel dibawah ini yang saya kutip dari web site ITS.
Tidak terasa kurikulum kita sudah berjalan satu semester, kurikulum yang sering kita sebut sebagai kurikulum berbasis kompetensi (KBK), karena memang kurikulum tersebut dibangun dengan menggali kompetensi-kompetensi lulusan sesuai dengan scientific vision dan market signal. Kalau kemudian kita lihat Buku Pedoman Kurikulum ITS Tahun 2009-2014, pada pasal 11 telah dicanangkan kompetensi soft skill dan hard skill bagi lulusan D3,D4, S1,S2 dan S3, betapa berat dan sekaligus mulianya tugas mahasiswa dan dosen.
|
|
Kampus, ITS Online – Oleh karena itu dalam kegiatan pembelajaran sudah tidak cukup lagi hanya transfer of knowledge; dosen dalam satu semester lebih banyak mengajar dibandingkan mahasiswa beraktivitas belajar. Sehingga mengesankan pembelajaran terfokus pada kebutuhan mengajar dosen (teacher center learning-TCL), ngejar ‘setoran materi’, lupa kompetensi yang harus disasar mahasiswa.
Pertanyaan yang sering muncul diantara dosen adalah materinya sudah sampai di mana (bahkan dilembar monitoring yang biasanya disertakan di map absensi yang harus diisi dosen masih ‘hanya’ berisi materi sesuai minggu), bukannya pertanyaan; mahasiswa sudah bisa apa, inilah salah satu ciri menonjol dari TCL. Jika mengacu pada kompetensi soft skill dan hard skill yang harus dicapai oleh lulusan kita, maka model pembelajaran TCL tersebut sudah tidak cukup lagi, maka perlu diperkaya atau digeser pada ranah pembelajaran yang lebih melibatkan mahasiswa secara aktif. Melibatkan lebih dalam mahasiswa dalam pembelajaran dengan tujuan memberikan pengalaman pemaknaan pengetahuan (learning to constructing knowledge) , belajar berbuat (learning to do), belajar besikap (learning to be), dan belajar dalam keberagaman tim (learning to life together) . Dosen tidak hanya fokus pada materi yang diajarkan, tetapi juga sangat memperhatikan tingkatan kompetensi yang dicapai mahasiswa. Pertanyaan diantara dosen sekarang adalah mahasiswa sudah bisa apa (able to work…., able to apply….., able to explain…., act.). Pembelajaran yang berfokus pada pencapaian kompetensi mahasiswa dengan melibatkan mahasiswa secara mendalam, inilah yang kemudian sering disebut dengan student center learning (SCL). Tugas dosen dalam SCL tidak hanya dituntut berkemampuan mengajar saja, namun juga mempunyai kemampuan menfasilitasi kebutuhankesulitan belajar mahasiswa, memotivasi mahasiswa, menjadi inspirator utama, dan sekaligus menjadi evaluator yang jujur, terbuka, dan berkeadilan. Jadi tidak tepat jika model pembelajaran SCL ini dimaknai; bahwa yang sibuk belajar mahasiswa, sedangkan dosen hanya memberi materi, quis, ujian, dan santai-santai saja. Apa lagi kemudian dimaknai ; ‘saiki enak ngajar ghae SCL, awak dewe santai lan ngak usah UTS-UAS’, pernyataan ini makin jauh lagi dari pengertian SCL di atas. Beberapa pilar supaya pembelajaran SCL dapat berjalan dengan baik, diperlukan hal-hal sebagai berikut,
Unsur dalam RP
Unsur dalam Rencana Pembelajaran (sesui PP No. 19 tahun 2005, Pasal 20)
Perlu ditambahkan ;
Perlu digaris bawahi dengan sangat, bahwa kompetensi masing-masing MK, haruslah in-line dengan kompetensi yang telah ditentukan oleh prodi jurusan, dan kompetensi prodijurusan harus in-line dengan kompetensi yang telah ditetapkan oleh ITS. Sehingga nantinya pencapaian kompetensi masing-masing MK, akan dapat mencerminkan pencapaian kompetensi prodi jurusan dan kompetensi yang ditetapkan ITS.
Jika RP setelah dievaluasi ternyata telah berkinerja dengan baik, maka RP tersebut dapat kita gunakan untuk pembelajaran semester depan. Jika kita dapati sebaliknya, RP kita belum berkinerja dengan baik, maka diperlukan tindakan rekonstruksi RP melalui evaluasi & penelitian pembelajaran (instructional research) oleh masing-masing dosen atau tim dosen (team lecture) yang ditugaskan. Sangat baik jika evaluasi proses pembelajaran berbasis RP ini dapat dilakukan pada tiap matakuliah dan diadakan pada akhir semester oleh setiap prodijurusan. Indikator yang dapat kita gunakan untuk mengetahui kinerja RP kita adalah nilai IP matakulia dan IPD. Karena IP matakuliah menggambarkan pencapaian akhir kompetensi belajar mahasiswa, sedangkan IPD menggambarkan proses pembelajaran yang telah terjadi. 3. Dosen yg kompeten,
Kalau itu tuntutannya bagi dosen yang kompeten, alangkah indahnya masa depan pendidikan kita, khususnya di ITS. Saya yakin tujuan pendidikan Maju, Cerdas dan Kompetitif yang dicanangkan MENDIKNAS, dan Cerdas, Amanah dan Kreatif yang dicanangkan ITS tidak akan sulit untuk dicapai. Walaupun saya masih menyisakan anggapan bahwa keadaan tersebut tidak akan selesai hanya karena telah lulus dari sertifikasi dosen, tetapi juga diperlukan sikap untuk terus mau belajar dan berubah, khususnya dimotori & diteladani oleh para GB & dosen-dosen yang telah tersertifikasi. Mohon maaf, saya tidak bermaksud mengatakan dosen yang belum tersertifikasi itu serta-merta tidak kompeten, sebab fakta bias kita lihat sehari-hari bahwa ada dosen atau kelompok dosen;
Apapun kondisi dosen, khususnya dosen ITS, sebuah keniscayaan bahwa peranan dosen sangatlah penting dalam mencapai keberhasilan studi mahasiswa, bahkan menjadi pilar utama untuk membangunan peradaban bangsa yang tidak hanya berbasis intellectual capital namun juga pada spiritual capital. Seperti apa yang pernah dikatakan oleh Kaisar Jepang Hirohito, saat negaranya hancur lebur dalam perang dunia II, “Tidak apa-apa kita masih memiliki beberapa guru,……..â€, …ya “guru†sebagai tiang utama pembangunan peradaban bangsa, setidaknya menurut sang kaisar. 4. Mahasiswa yg mempunyai motivasi, Dengan indikator sederhana melihat IP mahasiswa yang masih ada (atau masih banyak) nasakom (nilai satu koma). Saya melihat persoalan diatas tidak pada kemampuan IQ mahasiswa, tetapi lebih pada MOTIVASI mahasiswa yang rendah (low motivation). Menurut kaidah psikologi pendidikan, ‘mahasiswa yang tidak siap belajar adalah yang motivasinya rendah’. Pertanyaan selanjutnya, siapa yang bertanggung jawab untuk membangkitkan motivasi belajar mahasiswa, persis,… jawabnya adalah dosen, dosen dan dosen. Caranya bagaimana, Bagi Dosen
Bagi Mahasiswa
5. Sumber belajar yang berkecukupan, 6. Sarana belajar yang berkesesuaian. Kata Kunci Demikian tulisan ini saya akhiri, semoga bermanfaat untuk mengawali semester genap 2010, semoga ‘tangan-tangan’ kita semua menjadi salah satu penentu bagi kejayaan ITS saat ini dan saat yang akan datang. Salam jabat erat, semoga Tuhan YME memberikan hidayah & taufiqnya,….amiin. Syamsul Arifin |
Satu respons untuk “Metode Belajar Student Center Learning (SCL)”
Komentar ditutup.